MERGER PERUSAHAAN
Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi
senantiasa berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan kegiatan
usahanya (maximizing profit). Memaksimalkan keuntungan akan diupayakan
oleh pelaku usaha dengan berbagai cara, dan salah satu cara yang dapat ditempuh
oleh pelaku usaha adalah dengan metode merger.
Maksimalisasi keuntungan diharapkan dapat terjadi karena secara teori, merger
dapat menciptakan efisiensi sehingga mampu mengurangibiaya produksi perusahaan
hasil merger. Pada
dasarnya merger adalah
suatu keputusan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan dua atau lebih
perusahaan menjadi satu perusahaan baru.
Dalam
konteks bisnis, merger adalah
suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit
ekonomi yang baru. Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena
masing-masing pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek
permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari
perusahaan yang baru tersebut. Oleh karena itu, penggabungan usaha tersebut
dilakukan secara drastis yang dikenal dengan akuisisi atau pengambilalihan
suatu perusahaan oleh perusahaan lain.
A.
Pengertian Merger
Merger adalah penggabungan dua
perusahaan atau lebih untuk membentuk sebuah perusahaan tunggal. Merger sangat mirip dengan akuisisi
atau pengambilalihan, kecuali dalam hal pemegang saham dan kepentingan bersama
di perusahaan baru. Seluruh proses merger biasanya dirahasiakan dari masyarakat
umum, dan karyawan pada perusahaan yang terlibat. Karena sebagian besar upaya
merger tidak berhasil. Merger mungkin
dicari karena beberapa alasan, beberapa di antaranya bermanfaat bagi para
pemegang saham, dan ada juga beberapa di antaranya tidak bermanfaat. Salah satu
penggunaan merger, misalnya, adalah untuk menggabungkan perusahaan yang sangat
menguntungkan dengan perusahaan yang bangkrut untuk mengimbangi keuntungan, dan
untuk sementara bertujuan memperluas perusahaan secara keseluruhan.
Peningkatan
pangsa pasar merupakan salah satu tujuan merger, terutama antara perusahaan
besar. Dengan bergabung dengan pesaing utama, perusahaan dapat mendominasi
pasar dimana perusahaan tersebetu bersaing. Bentuk penggabungan ini dapat
menyebabkan masalah ketika dua perusahaan mendominasi bergabung, karena dapat
memicu litigasi mengenai hukum monopoli.
Pengertin lain
dari merger yang populer yaitu menyatukan dua perusahaan yang berbeda, namun
saling melengkapi produk.
Ketentuan mengenai merger berlaku secara
umum bagi seluruh pelaku usaha yang berbentuk perseroan terbatas, oleh karena
itu ketentuan merger ini memiliki cakupan yang sangat luas, bahkan dalam
kasus-kasus tertentu merger merupakan strategi nasional untuk menciptakan daya
saing ditingkat internasional, dan bahkan merger
dilakukan secara transnasional untuk tujuan tersebut. Secara khusus di Indonesia aktivitas merger di bidang usaha
perbankan dan pasar modal memiliki peraturan tersendiri yang dikeluarkan oleh
lembaga otoritasnya masing-masing.
B.
Motifasi Perusahaan Melakukan Merger
Joseph F. Sinkey (1983), menjelaskan motivasi
yang mendorong perusahaan untuk melakukan merger, antara lain:
1.
Untuk mendapatkan kesempatan beroperasi dalam skala usaha
yang hemat,
2.
Guna meningkatkan pangsa pasar,
3.
Menghilangkan tidak
efisien melalui operasional dan pengendalian finansial yang lebih baik,
4.
Kesempatan menggabungkan sumber daya ataupun pasar yang
dimiliki masing-masing perusahaan. Selain itu masih terdapat beberapa faktor
yang mendorong motivasi untuk melakuan merger
bagi perusahaan.
Merger merupakan salah satu pilihan terbaik untuk memperkuat
fondasi bisnis, jika merger tersebut dapat memberikan sinergi yang baik bagi
kedua perusahaan yang melakukan merger.
C.
Pembagian Merger Persyaratan
Melakukan Merger
Merger terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Merger
horizontal,
adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama), misalnya
merger antara dua perusahaan roti, perusahaan sepatu.
2. Merger
vertikal,
adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling
berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan
pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban melakukan merger dengan perusahaan mobil.
3. Konglomerat
Ialah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk
yang berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger
dengan perusahaan elektronik atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan
makanan. Tujuan utama konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan badan usaha
dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah dengan saling
bertukar saham antara kedua perusahaan yang disatukan.
Hazel
J.Johnson (1995) menyatakan,
prasyarat yang harus dianalisis
terlebih dahulu dari kedua perusahaan yang akan melakukan merger adalah:
1. Kondisi keuangan masing-masing
peruahaan, merger sesama perusahaan sehat atau karena collapse
Kecukupan
modal
2. Manajemen, baik sebelum atau sesudah
merger
3. Apakah merger
dapat memberi manfaat bagi pengguna jasa peruahaan tersebut
Johnson lebih lanjut menyatakan setiap
lembaga yang akan melakukan merger, pada umumnya mempunyai beberapa isu penting
yang relevan untuk dianalisis sebelum merger dilakukan, antara lain:
D.
Sebab Sebab Perusahaan Mengaami Kegagalan Dalam Melakukan Merger
Banyak perusahaan atau Bank yang mengalami kegagalan saat dilakukan
merger, disebabkan, antara lain:
1.
Harga yang ditetapkan saat dilakukan merger terlalu tinggi akibat analisis sebelumnya tidak akurat
2.
Sumber pembiayaan merger
berasal dari pinjaman berbiaya tinggi
3.
Asumsi yang salah dengan mengharapkan booming market, yang ternyata terjadi sebaliknya
4.
Tergesa-gesa, sebelum
dilakukan uji tuntas dengan baik
5.
Perbedaan kedua
perusahaan terlalu besar
6.
Budaya kerja tak dapat disatukan
7.
Krisis manajerial karena ingin mempertahankan semua
manajemen yang ada di kedua perusahaan.
E.
Pengaturan Merger di dalam Peraturan
Perundang-undang Indonesia
Ketentuan mengenai merger telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut “UU No. 1/1995”)
dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 109. Ketentuan pasal-pasal merger tersebut
kemudian dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
(untuk selanjutnya disebut “PP No. 27/1998”). Ketentuan dalam PP No. 27/1998
ini berisi hal-hal yang bersifat teknis dan prosedural dalam aktivitas merger.
Secara umum, ketentuan merger dalam UU No. 1/1995 dan PP No. 27/1998 sudah
cukup mengakomodir kebutuhan akan kepastian hukum dalam melakukan merger di
Indonesia.
Ketentuan mengenai merger berlaku secara umum bagi seluruh pelaku
usaha yang berbentuk perseroan terbatas, oleh karena itu ketentuan merger ini
memiliki cakupan yang sangat luas, bahkan dalam kasus-kasus tertentu merger
merupakan strategi nasional untuk menciptakan daya saing ditingkat
internasional, dan bahkan merger dilakukan secara transnasional untuk tujuan
tersebut. Mengingat cakupannya yang luas tersebut, secara khusus aktivitas
merger di Indonesia dalam bidang usaha perbankan dan pasar modal memiliki
peraturan tersendiri yang dikeluarkan oleh lembaga otoritasnya masing-masing. Sedangkan
merger di bidang perbankan diatur dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut “UU No. 10/1998”) dan sebagai
peraturan pelaksanaannya dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1999 (untuk selanjutnya disebut “PP No. 28/1999”) dan Bank Indonesia juga
menerbitkan beberapa peraturan terkait. Keberadaan Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut “UU No. 40/2007”)
sebagai pengganti UU No. 1/1995 diharapkan dapat membawa kepastian hukum yang
semakin nyata khususnya bagi pelaku usaha. UU No. 40/2007 yang disahkan pada
tanggal 16 Agustus 2007 ini mengalami beberapa penambahan dan banyak
penyempurnaan dari UU No. 1/1995, termasuk dalam hal pengaturan kegiatan merger
yang diatur dalam Pasal 122 sampai dengan Pasal 137.
Adapun PP No. 27/1998 sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No.
1/1995 kini sedang dalam tahap penyempurnaan, guna menyelaraskan
ketentuan-ketentuan yang baru yang dimuat dalam No. UU 40/2007. Jika ditelaah
lebih rinci, terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam pengaturan
merger di dalam UU No. 1/1995 dengan Undang-undang Perseroan Terbatas yang
baru, yaitu UU No. 40/2007.
Merger
merupakan salah satu cara yang efesien untuk membangun ataupun memperluas
jaringan usaha. Merger juga sering dicari oleh para pemegang saham untuk
menanamkan modalnya dalam perusahaan tersebut. Merger data di kelompokkan
menjadi tiga golongan yaitu; merger Horisona, vertical, dan konglomerat. Merger
horisonal yaitu merger yang dilakukan
oleh kedua perusahaan yang mempunai produk yang sejenis misalnya perusahaan
sepatu dengan perusahaan sepatu, merger Verikal yaitu merger yang dilakukan
oleh kedua peusahaan yang memiliki salng keterikatan misalnya antara prosahaan
mobil dan ban, Merger konglomerat yaitu merger yang dilakukan dengan tidak
menfokuska pada produk akan tetapi mereka melaukan merger ats dasar penjualan
nama, atupun juga denga pertukaran saham antara kedua belah persahaan.
Merger
merupakan cara yang signifikan untuk memperkuat fondasi bisnis, apabila merger
memberikan sinergi yang baik untuk bisnis tersebut.
Hazel
J.Johnson (1995) menyatakan
bahwa sebuah perusahaan jika ingin sukses dalam melakukan merger setidaknya
harus dalam kondisi yang baik dalam kondisi keuangan, menejemen yang baik.
Ketentuan mengenai merger telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 109.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut
“PP No. 27/1998”). Serta masih banyK Pasal-pasal yang mengatur masalah merger